Kesenjangan Ekonomi Riau: Antara Devisa Melimpah dan Kesejahteraan yang Tertinggal

Oleh:
H. Abdullah, S.Pd, M.Pd
Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Rakyat (DPRD) Provinsi Riau.

PROVINSI Riau dikenal sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar bagi negara dari sektor minyak dan gas bumi (migas), serta nonmigas seperti perkebunan kelapa sawit. Namun, di balik kekayaan alam yang melimpah, kondisi sebagian masyarakatnya masih jauh dari kata sejahtera.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Riau per September 2024 mencapai 473.000 orang, menempatkan Riau di peringkat ke-12 secara nasional sebagai provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia per Maret 2025.

Ironinya, pada periode Januari–Juli 2025, devisa yang dihasilkan Riau mencapai USD 12,19 miliar, terdiri dari sektor nonmigas sebesar USD 11,46 miliar dan sektor migas sebesar USD 738 juta (BPS). Jika dikonversi ke rupiah dengan kurs Rp16.600 per USD, nilainya setara dengan Rp202,35 triliun. Bandingkan dengan APBD Riau tahun 2025 yang hanya Rp9,4 triliun—dan bahkan cenderung menurun dari tahun ke tahun.

Kesenjangan Struktural dan Kebijakan Fiskal

Kesenjangan antara devisa yang besar dan kesejahteraan masyarakat yang belum merata disebabkan oleh faktor struktural dan kebijakan fiskal. Di tingkat pusat, perlu ada percepatan dan akurasi transfer Dana Bagi Hasil (DBH) agar APBD Riau tidak mengalami defisit dan program pembangunan tidak terhambat.

Transparansi perhitungan DBH, termasuk akses terhadap data komponen pengurangan dan pungutan lain yang digunakan dalam perhitungannya, harus menjadi bagian dari implementasi prinsip desentralisasi fiskal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD).

Kelemahan dalam penerapan prinsip ini telah berdampak fatal terhadap rencana pembangunan Pemprov Riau. Kasus nyata terjadi pada tahun anggaran 2024, ketika defisit anggaran muncul akibat keterlambatan dan penurunan pembayaran DBH. Asumsi pendapatan yang meleset dan keterlambatan transfer dana—terutama dari DBH—menjadi akar utama persoalan.

Efek Domino: Rasionalisasi dan Tunda Bayar

Dampak turunan dari defisit tersebut memaksa Pemprov Riau melakukan rasionalisasi anggaran besar-besaran untuk menutupi defisit dan membayar utang. Tunda bayar kegiatan OPD, termasuk proyek infrastruktur dan pengadaan barang/jasa, menjadi masalah baru yang menggerus alokasi anggaran 2025. Belum lagi munculnya wacana pemotongan TPP pegawai, yang jelas menurunkan tingkat kesejahteraan aparatur sipil negara.

Realisasi DBH yang menurun drastis serta tunda salur dari pemerintah pusat menyebabkan banyak program pembangunan tertunda bahkan dihentikan. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat ikut tergerus.

Penurunan APBD dan Sengkarut DBH

Penurunan DBH migas dan komoditas secara langsung mendorong penurunan APBD Riau, yang berdampak luas terhadap pembangunan dan pelayanan publik. Cita-cita mewujudkan “Riau Sejahtera” pun kian menjauh.

Dalam rapat Monitoring dan Evaluasi Participating Interest (PI) 10 persen di Kantor Gubernur Riau, Rabu (17/9/2025), salah seorang kepala daerah bahkan menyampaikan kekecewaannya terhadap kondisi ini. Nada serupa juga datang dari sejumlah anggota DPRD Riau. Kini, publik menantikan suara tegas Gubernur untuk memperjuangkan keadilan alokasi DBH dan Transfer ke Daerah (TKD).

Ketiadaan transparansi data produksi dan harga sebagai dasar perhitungan DBH turut menimbulkan ketidakpercayaan. Sementara pemerintah pusat terus menargetkan lifting migas yang tinggi, daerah justru menerima DBH yang menurun dan terlambat.

Sebuah ironi yang patut dikoreksi atas nama keadilan dan kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemandirian Fiskal Daerah yang Lemah

Masalah lain yang perlu diakui adalah bahwa penggunaan DBH oleh daerah belum sepenuhnya efektif dalam mendorong kemandirian fiskal. Banyak kabupaten/kota di Riau masih memiliki ketergantungan tinggi terhadap dana transfer pusat, termasuk DBH. Dana tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk memacu Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Dengan kata lain, daerah perlu melakukan otorefleksi: apakah penggunaan DBH selama ini benar-benar berorientasi pada kesejahteraan rakyat, atau hanya bersifat konsumtif dan administratif.

Ancaman terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Penurunan alokasi TKD dan keterlambatan penyaluran DBH, terutama dari sektor sumber daya alam seperti migas dan kelapa sawit, kini menjadi ancaman fiskal serius bagi Provinsi Riau. Kondisi ini dapat berdampak langsung pada penurunan kesejahteraan masyarakat, bahkan berpotensi menimbulkan krisis sosial di tingkat lokal.

Fakta di lapangan menunjukkan adanya paradoks kesejahteraan di daerah penghasil migas seperti Siak, Rokan Hulu, dan Rokan Hilir. Desa-desa yang berdekatan dengan sumur minyak justru mencatat tingkat kemiskinan tinggi.

Di Kecamatan Bonai Darussalam dan Tandun (Kabupaten Rokan Hulu), tercatat ribuan jiwa masih hidup di bawah garis kemiskinan (Sumber: Dinas Sosial Rohul). Hal serupa juga terjadi di Kecamatan Minas dan Kandis, Kabupaten Siak (Sumber: BPS).

Demo dan aksi protes dari elemen masyarakat, LSM, maupun mahasiswa terkait ketimpangan ini telah berulang kali terjadi. Aspirasi mereka tidak boleh diremehkan, karena jika dibiarkan, ketidakpuasan tersebut dapat berkembang menjadi instabilitas sosial dan ekonomi daerah.

Penutup

Apabila persoalan TKD dan DBH di Riau—terutama terkait keadilan alokasi, transparansi perhitungan, dan ketepatan waktu transfer—tidak segera diselesaikan secara tuntas oleh pemerintah pusat dan daerah, maka Riau berpotensi mengalami kemunduran struktural dalam aspek fiskal, ekonomi, dan sosial-politik.

Kondisi ini akan menimbulkan krisis kepercayaan antara masyarakat, pemerintah daerah, DPRD, serta pemerintah pusat. Karena itu, perlu segera dilakukan langkah-langkah konkret dan kolaboratif antara semua pihak untuk memastikan kedaulatan fiskal daerah berjalan seimbang dengan semangat desentralisasi dan pemerataan kesejahteraan.

Istimewa lah Riau. Jayalah Indonesia. *** 

Baca Juga

Kebakaran Kilang Pertamina Dumai, DPRD Riau: Terapkan SOP dengan Tepat

PEKANBARU – Kebakaran yang melanda kilang minyak PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) di Kota Dumai, Rabu …